![]() |
Foto: Ketua ASKAB beserta Anggotanya pada saat di RM Daipong Dadapan Kedayunan Kabat Banyuwangi |
BANYUWANGI. kompaspublik.com- PTSL adalah Program Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap sebagai program Pemerintah melalui Agraria itu, nampaknya sangat membantu masyarakat. Karena dengan biaya murah, masyarakat bisa memiliki Sertifikat Tanah melalui program tersebut. Tapi anehnya, kenapa beberapa Kepala Desa di Banyuwangi, ketar – ketir untuk ikut program PTSL yang sebelumnya adalah Prona itu ?…
Permasalahan tersebut terpantau media ini, saat ada rapat tertutup oleh Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi ( Askab ) di Rumah Makan Daipong Dadapan Kedayunan Kabat Banyuwangi Selasa 30 / 1 / 2018 lalu. Yang mana dalam pertemuaan yang dihadiri kurang lebih 100 Kepala Desa itu cukup intens membahas PTSL.
Ketua Askab Agus Tarmidi waktu itu, saat dikonfirmasi Media ini terkait Surat Keputusan Bersama ( SKB ) 3 Menteri, yang memetapkan Jawa – Bali masuk kategori zona V dengan ketentuan biya PTSL Rp. 150. 000; menuturkan,” Kalau berdasarkan pengalaman teman – teman yang sudah mengambil PTSL, rasanya Rp. 150.000 berat, memang tidak semua warga masyarakat tahu tentang persoalan PTSL.Makanya nanti harapan saya Tim Askab mau memutuskan langkah – langkah salah satunya yang akan ditempuh hearing dengan DPR dengan mengundang stekholder yang ada di Banyuwangi, ” Tuturnya, 30 / 1 / 2018 yang lalu.
Salah satu Kepala Desa yang enggan disebut namanya di Media ini, sebut saja Kades X, memberikan keterangan tak jauh berbeda dengan keterangan Ketuanya.
” Memang kalau hanya dengan biaya Rp. 150. 000; warga sudah bisa membuat Sertifikat, itu sangat membantu warga terutama yang ekonomi lemah mas, hanya saja pengalaman teman – teman yang pernah ambil program Prona dan PTSL yang sekarang ini, sepertinya Pokmas yang bekerja melakukan pengumpulan data, pemberkasan, pengawalan pengukuran, wira – wiri ke BPN, rapat – rapat dll, semua itu membutuhkan biaya, belum lagi orang – orang di Pokmas punya anak istri juga meninggalkan pekerjaannya bertanggung jawab nafkah atas anak istrinya, siapa yang menanggung mas,” Ungkapnya.
Ditambahkan oleh Kades X itu, ” kami tidak ikut program PTSL nyatanya banyak warga yang membutuhkan bisa jadi masalah, memilih ikut PTSL kemudian setelah dihitung – hitung biaya ternyata lebih dari Rp. 150. 000; ada yang mempermasalahkan meski sudah ada kesepakatan dengan pemohon, apalagi baru – baru ini ada kabar salah satu rekan Kepala Desa dilaporkan ke Kejaksaan apa gak ngeri mas,”Imbuhnya.
Kades yang lain inisial ‘ SG ” ketika dikonfirmasi memberikan keterangan,” Itu program dari Pemerintah seharusnya harus kita laksanakan..apa lagi sangat membantu warga..tetapi kalau program ini ternyata membawa masalah bagi kita( Kades) sebagai ujung tombak Pemerintah ya lebih baik kita tolak saja bos..dari pada bermasalah begitu,” Jelasnya.
Sedangkan Kades inisial ‘ PU ketika ditanya apakah Pokmas mengerjakan dengan biaya Rp. 150. 000; itu, mempertegaskan,”Kira – kira siapa yang mau jadi Panitianya,” Tegasnya..
Menyikapi permasalahan tersebut, sepertinya apa yang disampaikan Ketua Askab Agus Tarmidi kepada Media ini pada Selasa 30 / 1 / 2018 telah lewat jadi solusinya. Sebab menurut Agus Tarmidi waktu itu, bahwa terkait payung hukum untuk Kepala Desa yang ambil PTSL akan diupayakan ada payung hukumnya dan ada Peraturannya dari Bupati. (Twi).
Nara sumber: beritaoposisi.co.id