Sidoarjo, kompaspublik.com– Aksi Solidaritas Wartawan se Jawa Timur (Jatim) pada hari Selasa (26/06/2018) sebagai bentuk konfirmasi bersama terkait penangkapan Wartawan Berita Rakyat bernama Slamet Maulana alias Ade oleh Polresta Sidoarjo yang diduga sudah tidak mengindahkan Standart Operational Prosedur (SOP) dan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999, serta menyalahi perjanjian atau Memorandum Of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dengan Kapolri. Seperti apa yang pernah dikatakan Wakapolri Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Syafrudiin menyebut bahwa Wartawan tidak boleh langsung di pidanakan. Untuk itu, tindakan yang dilakukan Polres Sidoarjo atas penangkapan ade membuat geram semua Perwakilan Wartawan di Jatim.
Menurut Wardoyo, SH (Ketua DPD KWRI Jatim), jika dalam penangkapan saudara ade atas dugaan adanya pemerasan perlu dibuktikan secara detail oleh pihak Polresta Sidoarjo.
“Saudara Ade ini sedang menjalankan tugas sebagai wartawan yang dilindungi oleh UU Nomor 40 tahun 1999. Jadi kalau dia memang benar melakukan kesalahan pemberitaan atau dugaan adanya upaya pemerasan, ayo silahkan dibuktikan secara fakta hukum, kasus pemerasannya seperti model apa. Tapi sepertinya kasus yang disangkakan kepada Ade itu gak jelas. Dan sebetulnya kasus itu, penyuapan terhadap Wartawan untuk menghentikan berita, bukan pemerasan. Jadi, penangkapan dan penahanan Ade itu, ada indikasi kalau pihak Kepolisian Resort Kota (Polresta) Sidoarjo telah premature dan sudah menyalahi SOP, bahkan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 serta menyalahi MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri,” Tutur Wardoyo, SH kepada awak media ini. Selasa, 26/06/2018.
Sementara itu, para Wartawan juga sangat menyesalkan atas kejadian penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Sidoarjo terhadap Ade, Wartawan Berita Rakyat. Karena menurutnya tindakan Polresta Sidoarjo, disinyalir tidak mempunyai dasar.
“Kepolisian menangkap Ade itu dasarnya apa ?, kalau memang ada rekom dari Dewan Pers, kami ingin tahu, dasar rekomendasi apa yang diberikan Dewan Pers itu. Padahal Ade itu bukan Anggota Dewan Pers. Seharusnya polisi bekerja dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bukan Surat Rekom Dewan Pers,” Kata salah satu wartawan.
Nampaknya penangkapan Ade ada indikasi tidak mendasar, tapi mengapa penangguhan ade ditolak. Padahal dia adalah seorang kuli tinta yang sedang melakukan tugasnya. Dan penangkapan Ade pun tidak sedang Operasi Tangkap Tangan (OTT). Lalu didalam penangkapan Ade, ada indikasi bersifat pesanan dari korban. Sehingga Dewan Pers memberikan rekomendasi untuk menangkap Wartawan tanpa koordinasi.
” Dewan Pers sudah dianggap sebagai pucuk Ketua/Pimpinan untuk semua media. Tapi mengapa Wartawan ditangkap semaunya oleh polisi, malah tidak dibela. Padahal fungsinya sebagai kontrol media, bukan memusihi media. Jadi kalau seperti itu, ya bubarkan saja, gak bermanfaat bagi wartawan. Karena diduga hanya dimanfaatkan oleh oknum polisi dan pengusaha kaya saja,” Ulas salah satu Wartawan.
Selanjutnya Waka. Polresta Sidoarjo, AKBP Pasma Royce yang mewakili Ka. Polresta Sidoarjo pada saat dikonfirmasi bersama oleh semua Wartawan se Jatim menjelaskan, bahwa dalam penangkapan Wartawan Ade berdasarkan Laporan Polisi.
“Pihak kita menangkap wartawan Ade berdasarkan Laporan Polisi dari korban yang diduga terkait pasal 368 pemerasan dan UU ITE. Bahkan kita sudah koordinasi dengan Dewan Pers, sehingga kita mempunyai surat rekomendasi dari Dewan Pers. Jadi untuk memproses hukum diluar Undang-Undang Pers, maka kita lakukan langkah penyelidikan. Kemudian secara teknis kita punya alat bukti kuat, dan secara mekanisme kami lakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka,” Kata sangga AKBP Pasma Royce pada para Wartawan.
Masih Waka. Polresta Sidoarjo juga menerangkan, bahwa dari laporan masyarakat tersebut, pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap Ade.
“Kita bergerak dari Laporan Polisi type B. Ada korban pemerasan, tanpa petunjuk dari berita Laporan Polisi Type A tidak kita lakukan. Karena tidak bisa serta merta, dan ini ada laporan dari korban.” Terang AKBP Pasma Royce.
Selain itu, Komisaris Polisi (Kompol) Harris yang juga menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo menambahkan, bahwa dari laporan dari pihak pelapor sudah memenuhi unsur bukti untuk melakukan penangkapan.
“Jauh sebelum Ade ditangkap ada pemberitaan, suasana atau tempat yang diberitakan Ade tidak sama dengan yang diberitakan Ade. Dan dari laporan masyarakat adanya dugaan pemerasan lewat Hand Phonenya, maka itu sudah memenuhi unsur UU ITE. Disini kami tekankan, bahwa bukan masalah pemberitaan yang kita tangani, tapi perilakunya yang kita sikapi,” Kata Kompol Harris kepada semua media.
“Pihak polisi berani melakukan tindakan kelanjutan penyidikan, karena ada surat rekomendasi dari Dewan Pers. Tentunya kita sudah ambil keterangannya, dan dewan pers sudah mengeluarkan surat untuk melakukan ketingkat penyidikan. Dan penangkapan ini kita lakukan karena sudah lengkap dengan dua alat bukti yang cukup,” Cetus Kompol Harris.
Tambahnya, bahwa Dewan Pers memberikan surat rekomendasi kepada korban itu, agar melakukan proses diluar Undang-Undang Pers. Jadi Korban sudah lapor ke Dewan Pers, dan sudah tidak menggunakan Hak jawab lagi. Tapi Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo sebelum melakukan penangkapan juga sudah memeriksa beberapa saksi ahli untuk menjerat Wartawan Ade sebagai tersangka.
“Dalam hal ini, artinya Dewan Pers memberikan kebebasan pelapor untuk segera melaporkan ke Polisi dan ditindak lanjuti. Surat Dewan Pers itu sudah ada dan jelas dalam isi surat tersebut ada bukti-bukti lain, sehingga kita sudah bisa melakukan penangkapan. Sebab kita sudah punya dasar yang jelas,” Aku Kompol Harris.
Kemudian didalam penjelasan Koorlap SWI, Agus menambahkan secara fakta, bahwa didalam surat pelaporan korban terlihat adanya indikasi korban lebih dulu melapor ke Polisi. Dan setelah itu, korban melapor ke Dewan Pers. Tapi mengapa Kasat Reskrim bersikeras berkomentar, kalau korban terlebih dahulu lapor ke Dewan Pers. Jadi dalam hal ini, ada dugaan kuat jika korban pemilik Cafe karaoke X2 berpesan agar menangkap Wartawan Ade dengan pasal pesanan. Bahkan dengan adanya salah satu point dasar surat rekomendasi dari Dewan Pers dalam penangkapan Wartawan Ade membuat Insan Pers di Jatim geram, dan meminta ,berharap agar Dewan Pers kaji ulang perihal ini.
“Karena dinilai tidak bijaksana dan seolah-olah Dewan Pers jadi Pimpinan media yang bisa seenaknya menyuruh polisi untuk menangkap dan menahan Wartawan, maka kami semua tidak terima. Jika menurutnya pemberitaan itu tidak benar, ya harus diproses sesuai Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Tapi bila terkait adanya pemerasan, ya harus ada barang bukti yang kuat, lalu barang buktinya mana ?. Untuk itu, Polisi harus bekerja dan melihat apa yang tercantum di Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, jangan bekerja sesuai dengan Surat Rekomendasi Dewan Pers. Tentunya penangkapan Wartawan Ade itu, ada dugaan kuat sebuah pesanan dari pihak Cafe karaoke X2 Sidoarjo,” Pungkas Agus lantang. (ian).