Media Online Kompas Publik- Jika menjadi pimpinan atau pengurus didalam Lembaga Dewan Pers (DP) selalu memberikan pembinaan dan advokasi kepada para Insan Pers tanpa pandang bulu, mungkin kiprah yang dilakukan DP selama ini disegani oleh Insan Pers Republik Indonesia. Tapi karena kiprahnya DP dimata Insan Pers ada indikasi kurang memberikan pembinaan dan advokasi, maka ribuan insan pers merasa kecewa, apalagi didalam prakteknya DP bertentangan dengan kewenangan yang diamanatkan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999, membuat Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) didukung puluhan pimpinan organisasi Insan Pers dari seluruh Indonesia membawa persoalan ini ke Pengadilan Negeri. Pasalnya, DP digugat sebagai sebuah lembaga yang telah melakukan perbuatan melanggar hukum (PMH) yang berimplikasi kepada maraknya kasus kriminalisasi terhadap sejumlah Insan Pers di Tanah Air.
Namun ketika gugatan itu tengah diproses, muncullah kasus tewasnya seorang Insan Pers di Kota Baru, Kalimantan Selatan, bernama M. Yusuf disaat berstatus sebagai tahanan di Lapas Klas IIB Kota Baru dalam kasus pemberitaan. Sehingga peristiwa M. Yusuf semakin memperkuat komitmen para pengurus organisasi Insan Pers di seantero negeri, menuntut Dewan Pers dibubarkan.
Tentunya tntutan itu tidak hanya melalui proses sidang di pengadilan, tetapi juga dibarengi aksi damai oleh ratusan hingga ribuan Insan Pers dari berbagai daerah di Gedung Dewan Pers dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/7/2018).
Nampaknya aksi damai ini beda dengan aksi damai yang dilakukan oleh lembaga lainnya yang ada di Indonesia, sebagai sebuah lembaga yang masih bisa dipercaya (menurut Mahfud MD), Pers memang tak pernah “Tibo diparuik bakampihkan, tibo dimato dipiciangkan”. Artinya, insan pers adalah orang-orang yang tak pernah mau menutupi sebuah kesalahan yang dilakukan, walaupun oleh temannya sendiri. Coba kita lihat aksi damai para kuli tinta ini, yang mendemo dan yang didemo adalah anggota pers atau wartawan, dan yang memberitakan juga dari kelompok mereka sendiri, para wartawan itu. Jadi keterbukaan atau transparansi di kalangan wartawan ini menjadi sesuatu hal yang harus di implementasikan.
Dalam rangka transparansi ini, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke minta aparat terkait untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengunaan uang rakyat atau dana APBN yang diberikan kepada Dewan Pers (DP. Red).
“Saya sebagai Ketua PPWI Nasional, bersama pengurus organisasi wartawan lainnya di Indonesia, mendesak aparat terkait, dari jajaran tertinggi, Presiden RI, BPK, dan KPK serta lembaga terkait dan jajarannya melalukan pemeriksaan dan evaluasi kinerja DP, terutama terhadap penggunaan ABPN oleh DP,” Kata Wilson Lalengke menegaskan didalam rekaman video yang telah diunggah di YouTube.
Sambung Wilson memaparkan, DP sebagai lembaga pengguna dana APBN, sewajarkan memberikan laporan pertanggung jawaban keuangan.
“Selama ini tidak pernah kami ketahui untuk hal apa saja uang rakyat itu digunakan,” Paparnya.
Begitu juga terkait pemanfaatan Gedung Dewan Pers dan fasilitasnya selama ini yang disewakan kepada publik.
“Gedung DP itu disewakan melalui Yayasan DP. Harus ada pertanggung jawaban dana yang mereka tarik dari masyarakat,” Pungkas Wilson, pentolan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Sebagai lembaga berkumpulnya orang orang yang akan mengurus kepentingan wartawan, seyogyanya transparansi di tubuh DP ini menjadi perhatian. (“/Red).
Sumber : mediatransparancy.com