Mojokerto. Media Allround (kompaspublik.com)- Pekerjaan pembangunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur di Desa Gading, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto yang dimenangkan oleh PT. Jaya Etika Beton (JEB), terlihat telah dihentikan oleh pihak CV. Bumi Leuser Samudra (BLS). Pasalnya, Tanah urug yang ada dilokasi tersebut di klem milik pribadi CV. BLS yang bertahun-tahun belum dibayar sama sekali.
Sementara didalam informasi yang dihimpun oleh beberapa awak Media dilapangan, bahwa Tanah urug yang ada dilokasi proyek di Desa Gading itu, seluas 53 Hektar, dan didalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, No : 2115 K / Pid. Sus – LH /b2017 / O; serta No: 110 / Pid. Sus / 2017 / PN. MJK, dan Keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya, No: 1733 / PID / 2019 / PT. SBY menyatakan, “CV. BLS sebagai pemilik Tanah urug yang sah.
Dengan adanya hal itu, maka pekerjaan pembangunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang dilaksanakan oleh PT. JEB yang sekarang telah berjalan, terpaksa dihentikan oleh Tim kuasa pemilik tanah urug.
“Ya tentunya, proyek ini wajib saya hentikan, kan tanah urug yang ada di proyek ini, tanah urug saya, lah kok dicuri,” Jelas Aba Rifa’i, Tim kuasa saat dimintai keterangan oleh beberapa Media dilapangan, Selasa, (31/8/2021).
Masih Aba Rifa’i, dirinya tetap akan menghentikan pekerjaan pembangun pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintahan Propinsi Jawa Timur itu, sampai ada solusi terbaik yang tidak merugikan dirinya.
“Ya pastinya hal ini, wajib ada solusi. Kalau tidak ada solusi, pembangunan ini tentu tetap saya berhentikan. Dan besok Tanah urug yang ada dilokasi ini, akan saya ambil. Sebab Tanah urug milik saya,” Kata Aba Rifa’i tegas.
Sedangkan disisi lain, Supriyo sebagai Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mojokerto Watc menyayangkan adanya pihak pelaksana pengerjaan pembangunan pagar keliling prasarana Kejaksaan Tinggi yang diduga telah menutup semua saluran air pertanian (Avour) yang ada dilokasi tersebut.
“Sepertinya informasi yang saya dapat dari Warga setempat, bahwa Avour (Saluran air pertanian) yang ada dilokasi, disinyalir telah ditutup semua oleh pelaksana pengerjaan pembangunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi ini. Dan jumlahnya Avour yang telah ditutup itu, ada 5 titik,” Jelas Supriyo kepada beberapa awak Media dilapangan.
Sambung Supriyo, seharusnya sebelum terjadi hal-hal yang menimbulkan polemik, maka pihak pelaksana pengerjaan pembangunan itu, memperhatikan titik-titik persoalan pengerjaan pembangunan tersebut.
“Avour atau saluran air itu, adalah saluran yang digunakan untuk mengairi lahan sawah milik Warga yang ada di Desa Gading, dan denahnya Avour itu milik Petani,” Kata Supriyo tegas.
Selain itu, Supriyo menambahkan, tentunya pengerjaan pembangunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi yang dilaksanakan oleh pihak PT. Jaya Etika Beton (JEB), telah menggunakan Tanah urug milik CV. Bumi Leuser Samudra (BLS) yang bertahun-tahun belum dibayar oleh pihak pengelola lahan terdahulu.
“Jadi, kalau didalam pengerjaan pembagunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi menggunakan Tanah urug milik CV. BLS itu, maka pihak-pihak yang mengadakan pengerjaan pembangunan tersebut, diduga telah melakukan pencurian Tanah urug milik CV. BLS,” Terang Supriyo prihatin.
Terpisah, koordinator keamanan PT. Jaya Etika Beton (JEB) saat dikonfirmasi oleh beberapa awak Media dilapangan menerangkan, kalau dirinya hanya sebagai kordinator keamanan, kalau masalah lain-lain, seperti masalah proyek ini, bukan wewenang dirinya untuk menjawab.
“Saya catat saja pertanyaan-pertanyaannya, biar apa yang menjadi pertanyaan akan saya sampailan kepada pimpinan,” Kata koordinator keamanan yang mengaku bernama Dian. Selasa (31/8/2021).
Perlu diketahui, bahwa didalam pantauan beberapa awak Media dilapangan, sepertinya pengerjaan pembangunan pagar keliling dan prasarana Kejaksaan Tinggi yang dilaksanakan oleh PT. Jaya Etika Beton (JEB), ada dugaan melanggar tentang pengadaan barang dan jasa yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini terbukti dengan adanya nominal angka rupiah yang dianggarkan tidak ada didalam papan nama proyek. Bahkan pekerja proyek dilapangan tidak dilengkapi dengan K3 ( Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Jadi dengan adanya hal ini, maka instansi terkait perlu segera melakukan monitoring atau sidak. (Timred).