Media Online Kompas Pubkik- Pernyataan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, sebagai respon terhadap putusan Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo yang menolak permohonan praperadilan kasus kriminalisasi jurnalis beritarakyat.co.id, Slamet Maulana ada indikasi sudah dikondisikan oleh berbagai pihak agar Wartawan yang ditangkap Polresta Sidoarjo seolah-olah bersalah, walaupun dalam fakta Slamet Maulana tidak kuat bukti secara fakta untuk di pidana, Namun pihak polisi terkesan dendam terhadap Wartawan Slamet Maulana alias Ade. Kamis, (5/6/18).
Dalam persidangan praperadilan Ade yang diketuai hakim tunggal Djoni Iswantoro SH. M.Hum di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Diduga sidang Pra Peradilan hakim dinilai masuk angin dan tidak obyektif dalam mengadili kasus salah prosedur penanganan pengaduan delik pers oleh oknum polisi dari Polresta Sidoarjo.
Hal itu disampaikan langsung oleh Wilson Lalengke S.Pd, M.Sc, MA selaku saksi ahli pers Senin, (2/7/18), yang juga sebagai DPN PPWI.
“Saya rasa, oknum polisi Polresta Sidoarjo itu diduga ada unsur balas dendam, sakit hati atau dapat pesanan dari sejumlah oknum polisi dan juga pengusaha jamu ilegal serta cafe karaoke X2. Kita akan lawan dan laporkan oknum Hakim dan Polisi itu pada atasannya di Jakarta.” Tutur alumni Utrecht University, Belanda dan lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Adapun Langkah-Langkah Wilson dalam melawan Kriminalisasi Pers di Sidoarjo itu adalah:
1. Proses penangkapan dan penetapan tersangka atas jurnalis Slamet Maulana (bukan Mulyono seperti di video ini), bertentangan dengan peraturan KUHAP, peraturan Kapolri, dan UU No 40 tahun 1999, tentang Pers.
2. Ahli hukum pidana, Guru besar Hukum Administrasi FH Ubhara Surabaya, Prof. Dr. Sadjijono SH., MHum selaku saksi ahli hukum pidana, telah dihadirkan di persidangan, yang secara tegas mengatakan bahwa proses penetapan tersangka dan penangkapan jurnalis Slamet Maulana adalah cacat yuridis alias cacat hukum, yang oleh karena itu harus dianulir oleh putusan pengadilan.
3. Saksi-saksi, termasuk ahli pers dan ahli hukum, dari pihak kepolisian selaku tergugat atau termohon (saksi memberatkan) tidak hadir di persidangan.
Untuk itu, Wilson menyarankan kepada korban kriminalisasi pers, Slamet Maulana, melalui kuasa hukumnya untuk melakukan beberapa hal berikut:
1. Melaporkan hakim praperadilan kasus kriminalisasi jurnalis Slamet Maulana ke Komisi Yudisial Republik Indonesia, agar memeriksa oknum hakim tersebut.
2. Melaporkan oknum polisi yang menangani kasus ini ke Divisi Propam Mabes Polri, agar oknum tersebut diperiksa terkait salah prosedur dalam menangani kasus delik pers.
3. Melaporkan kasus tersebut, dalam hal ini terkait kinerja Polres Sidoarjo, yang menangani kasus ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), agar memeriksa dan mengevaluasi kinerja Polresta Sidoarjo.
Sebagai tambahan, disarankan juga untuk melaporkan kasus Kriminalisasi wartawan Slamet Maulana ini ke Ombudsman, untuk ditangani secara komprehensif atas malpraktek administrasi, SOP, dan pola kerja dari institusi terkait, baik Polresta Sidoarjo, Kejari Sidoarjo, maupun Pengadilan Negeri di sana.
Berdasarkan informasi dan data yang diterimanya, berupa foto dan video, serta bukti-bukti lainnya, Wilson mengatakan bahwa dalam kasus kriminalisasi wartawan Slamet Maulana itu, sangat patut diduga adanya mafia kejahatan sistemik yang melibatkan oknum polisi Polda Jawa Timur dan Polresta Sidoarjo dengan oknum penjual jamu ilegal, cafe karaoke X2, pengusaha jamu ilegal, dan pemakai narkoba di Sidoarjo – Surabaya. (*/Twi).
Sumber : liputan Indonesia.co.id