Jombang, kompaspublik.com- Apapun tujuannya, Limbah Bahan Bahaya dan Beracun (B3) tidak boleh dibuang disembarang tempat, apalagi sampai dibuang secara ilegal alias tanpa menggunakan surat-surat ijin yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, dengan adanya dugaan ribuan karung berisi Limbah B3 yang berjajar dan bertumpuk di Jalan penghubung antara Dusun Watudakon, Desa Watudakon dengan Dusun Pulosari, Desa Pojokrejo Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang untuk tujuan ditimbun dan sebagai bahan pengurukan tanah alternatif dalam mengantisipasi banjir pada saat musim hujan, tentunya ada indikasi pelanggaran Undang-undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH). Hal ini diungkapkan N. Wibowo, aktivis peduli lingkungan kepada awak media pada hari Selasa, 28/08/18.
“Meski menggunakan bahan pengurukan tanah alternatif tersebut, hal itu sangat merugikan warga sekitar. Karena Limbah “B3″ berupa Slag aluminium atau abu alumunium dari proses peleburan aluminium sekunder, bisa mencemari udara maupun air. Bahkan dampaknya sangat membahayakan kesehatan. Sebab, Limbah jenis Slag alumunium itu mengandung kadar garam tinggi dan bahan berbahaya meliputi F, Co, Zn, Be dan Cr, sehingga bila bereaksi dengan air menimbulkan ledakan beracun dan menimbulkan gas bau menyengat yang sangat perih. Artinya, bau gas yang dihasilkan oleh logam aluminium melepaskan hidrogen, karbit hingga akhirnya menghasilkan metan, nitrit membentuk amoniak. Sedangkan Fosfor menghasilkan gas fosfin yang sangat toxic. Tapi kalau Asalum mengandung sedikit polychlorinat dibenzo-p-dioxin (PCDD) dan polychlorinat dibenzofuran (PCDF). Jadi bila Asalum yang tidak diolah akan mencemari air, tanah, udara melalui emisi, zat cair maupun bahan berbahaya,” tutur N. Wibowo.
Sekedar diketahui, sambung N. Wibowo menerangkan, “membuangan Limbah B3 secara sembarangan yang tidak sesuai tempatnya, adalah pelanggaran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya. serta Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara itu, Khudori, warga Dusun/Desa Watudakon, saat ditemui awak media mengatakan, bahwa dirinya merasa terganggu dengan adanya tumpukan dan timbunan Limbah B3 tersebut. Karena tumpukan dan timbunan Limbah B3 itu, sangat dekat dengan rumah warga. Sehingga, kondisi kesehatan warga pun seharusnya diperhatikan sebelum melakukan penimbunan, tapi diduga diabaikan.
“Baunya ini sangat menyengat dan pedih dimata, ini bisa mengganggu kesehatan. Untuk itu, Saya sangat resah, karena yang dibuang didekat rumah adalah Limbah B3. Dan kalau masyarakat tahu, pasti akan menolak. Apalagi, jalan ini juga sebagai jalan alternatif ke Dusun lain,” tandasnya, Senin (27/08/2018).
Oleh karena itu, Khudori berharap, agar Pemerintah segera mencarikan solusi. Agar timbunan Limbah B3 tidak terulang kembali sebagai alternatif untuk pengurukan jalan.
“Apakah gak ada solusinya. Dan harusnya itu jangan seperti ini, kalau carabya begini, kan merugikan orang, baik orang yang lewat maupun orang sini, terutama anak kecil,” pungkas Khudori. (Red).