Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta Kementerian Perdagangan segera merevisi Permendag No 31 tahun 2016 tentang impor limbah non bahan berbahaya dan beracun (B3). Revisi ini penting dilakukan karena ada salah satu lampiran dalam permendag yang isinya multi tafsir. Salah satu lampiran dalam permendag yang multi tafsir dijelaskan bahwa industri kertas bisa mengimpor kertas bekas dan lain-lain.
Lampiran tersebut dirasa rancu, kata “dan lain-lain” bisa dijadikan celah bagi pengimpor kertas bekas untuk mencampurkan limbah plastik atau barang berbahaya lainnya ke dalam limbah kertas bekas dari luar negeri.
“Kalau sampah ikutan berbahan plastik itu sudah jelas tidak diperbolehkan Konvensi Basel. Nah, di dalam Permendag ada lampiran yang terlalu elastis bahasanya. Itulah yang kita bahas agar Permendag ini bisa direvisi,” kata Khofifah di RTH Maron, Kecamatan Genteng, Banyuwangi pada Upacara Pembukaan TMMD ke-105.
Menurut Khofifah, kiriman sampah impor dari beberapa negara ke Jatim itu memang diperuntukkan sebagai bahan baku pembuatan kertas di sejumlah perusahaan pabrik kertas di Jatim. Industri kertas di Jatim saat ini menyuplai 40 persen kebutuhan kertas Nasional. Sehingga bahan baku yang ramah lingkungan adalah bahan baku kertas bekas.
“Jika tidak mengunakan impor kertas bekas, maka pilihanya bagi pabrik kertas yaitu mengunakan pulp kayu atau bahan dari kayu. Namun, jika mengunakan bahan kayu tentu membutuhkan hutan yang luas, hal itu tentu dirasa tidak efisien karena dikawatirkan justru akan mengancam keberlangsungan hutan di indonesia,” tambahnya.