Surabaya, Media Allround – Polemik surat ijo di Surabaya masih berkepanjangan. Warga pemilik tanah bersertifikat hijau itu menuntut kejelasan hak kepemilikan tanahnya ke Pemerintah Kota Surabaya yang masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Untuk memperjuangkan hak atas tanah warga, Team Korwil MAKI Jatim bertemu warga sekaligus korban bertemu di Balai RW II Ngagel Wasana I No 41,Jumat (13/09/2024).
Pertemuan warga bersama Maki Jatim berharap bisa memberikan harapan baru terkait perjuangan dalam mendapatkan Hak Atas Tanah, tercantum Pasal 9 ayat 2 Undang undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. “Pengakuan” Negara atas “Hak Asasi” pribadi warga negara untuk memperoleh “hak atas tanah”.
Ketua MAKI Jatim, Heru Satryo Korwil Jatim, menyampaikan Surat hijau ini terdapat di 36 kelurahan dan 18 kecamatan kurang lebih 40% dari warga Surabaya memiliki mereka bergabung di FASIS.
“Mereka semua adalah korban dari kejahatan Pemerintah Kota Surabaya. Kalau selama ini dibiarkan maka 804 hektar hanya dibuat permainan, kenapa kalau sertifikat bidang tanah itu tidak sampai kepada kami persil – persilnya. Artinya sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) itu menjadi tertidur di pemerintah kota tidak bisa dimanfaatkan oleh warga. Warga ingin mendapatkan hak atas tanah, warga tidak butuh ijin pemakaian tanah. Yang mereka butuhkan hak atas tanah,” tegasnya.
Masih Heru, selama ini berjuang melawan pemerintah kota Surabaya untuk mendapat hak atas tanah tidak asal – asalan.
“Kami melakukan kajian kajian hukum dari dokumen yang kami peroleh dari berbagai sumber. Dan kami menemukan beberapa banyak fakta – fakta hukum yang dimanipulasi selama ini oleh Pemerintah Kota Surabaya,” papar heru.
Lebih Lanjut Heru, Akan membentuk tim khusus litbang Maki Jatim untuk menindak lanjuti hal ini,
“Ini Polemik yang baik jangan sampai Surat Hijau ini menjadi pundi-pundi emas untuk penguasa, apalagi momentum Pilkada Ini Harus ada Walikota yang Berpihak Pada warga dapat membantu persoalan warga nantinya,” lanjut heru.
Sekian lama polemik ini muncul kembali. Ketika pemerintah kota bergaung memberi solusi lewat HGB diatas HPL berarti ada manipulatif dalam prosesnya.
“Karena itu sudah ada sejak dahulu ini berarti ingin mencari keuntungan di balik penderitaan warga,” katanya.
Sementara itu, mas Jon selaku pengawas dari FASIS menegaskan tujuan kami di sini bersama dengan warga adalah untuk mendaftarkan hak atas tanah sesuai undang undang pokok agraria.
“Kami tiap tahun membayar pajak PBB dan retribusi, harapan kami warga masalah ini akan segera terselesaikan dengan benar,” harapnya.
Mereka sepakat dalan Pilkada Tahun 2024 ini mendukung kotak kosong apabila tuntutannya tidak mendapat respon dari Pemerintah Kota.
“Warga pemilik surat ijo di Surabaya akan siap memenangkan surat kosong sebagai kekecewaan kepada Pemerintah Kota,” pungkas heru.(an)