Media Online Kompas Publik- Problematika ‘surat ijo’ lambat laun makin disoroti warga Surabaya. Hal ini dikarenakan ‘surat ijo’ yang menjadi kewajiban warga dalam membayar retribusi IPT (Izin Pemakaian Tanah) harus ditebus dengan harga yang sangat mahal oleh warga. Tebusan itu harus dibayar apabila warga ingin mengantongi hak kepemilikan atas tanah yang telah ditempati tersebut. Padahal mereka telah menjaga dan merawat tanah tersebut dari nenek moyang mereka. Terlebih, mereka pun telah membayar retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Ketua PERMAHI DPC Surabaya, Yudo Adianto Salim menilai bahwa, “harus ada win-win solution antara pihak pemerintah kota dan pemegang surat ijo”. “Agar problematika ini tidak berkepanjangan, perlu diciptakan penyelesasian yang memihak baik pada masyarakat maupun pemerintah kota,” Tuturnya. Kamis, 05/07/2018.
Pada dasarnya tanah yang masuk dalam jangkauan surat ijo rata-rata adalah tanah yang telah ditempati puluhan tahun hingga menjadi warisan turun temurun. Beberapa dari mereka ada yang memiliki kepemilikan sertifikat eigendom verpounding. Hingga pada akhirnya Pemerintah Kota Surabaya menerbitkan perda nomor 16 tahun 2014 tentang pelepasan tanah aset Pemerintah Kota Surabaya.
Penerbitan Perda tersebut dalam rangka menciptakan kepastian hukum tentang pelepasan tanah aset Pemeritah Kota Surabaya. Namun banyak kalangan menilai bahwa perda tersebut belum cukup efektif memberikan jawaban atas permasalahan tersebut.
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh departemen Advokasi PERMAHI DPC Surabaya, Willy Innocenti “bahwa didalam hal ini, sepertinya terdapat kekosongan hukum tentang konsep pelepasan tanah dengan pertimbangan keadilan yang memihak baik masyarakat maupun pemerintah kota Surabaya,” Ungkap dia pada saat ditemui di Sekretariat Permahi DPC Surabaya.
Sambung Willy Innocenti menjelaskan, “mungkin didalam Perda tersebut tidak ada indikator penilaian tentang lamanya penghuni menempat dan memelihara tanah tersebut dan bagaimana kepatuhan mereka dalam membayar retribusi yang telah ditetapkan. Mereka juga harus ditimbang tentang kondisi perekonomian dan bagaimana penguasaan tanah tersebut didapatkan, sehingga keadilan juga dapat diperjuangkan,” Jelasnya.
Problematika ‘surat ijo’ hendaknya segera ditemukan pemecahan yang berkeadilan agar dikemudian hari tidak menjadi permasalahan yang meresahkan warga kota Surabaya. (*).
Penulis : Arianto
Editor : Cak Tawi.