HOME // Pemerintahan // Serba Serbi

Ribuan Purel Surabaya Demo Minta Keadilan Ke Walikota Surabaya

 Pada: Selasa, 4 Agustus 2020

Massa Pendemo membentangkan Spanduk dalam aksi unjuk rasa

Surabaya, Media Online kompaspublik.com-Ribuan pekerja malam yang tergabung dalam aliansi Rekreasi Hiburan Umum (RHU) menggelar aksi damai di Balai Kota Surabaya, Senin (3/8/2020). Demonstrasi kepada Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini tersebut merupakan tindaklanjut dari konferensi pers yang digelar oleh Pemuda Pancasila pada Minggu (2/8/2020) kemarin.

Massa aksi yang di antaranya merupakan purel atau pemandu lagu di tempat karaoke ini, menuntut kepada Wali Kota Risma untuk mencabut Perwali (Peraturan Walikota) Nomor 33 tentang Jam Malam. Sebab aturan tersebut sangat merugikan bagi pengusaha, karyawan, dan pekerja di tempat hiburan malam.

Pasalnya , perwali tersebut dirasa sangat merugikan. Sebab dengan penutupan RHU atau tempat  hiburan malam, mereka tidak mendapatkan penghasilan selama masa pandemi Covid-19.

Massa aksi yang kebanyakan wanita itu memenuhi beberapa titik jalan sambil membentangkan sepanduk. Salah satunya sepanduk yang di bawa oleh tiga wanita cantik bertuliskan, gak murel gak mbadok (tidak bekerja tidak makan, red) dan beberapa poster lainnya.

“Kami Pekerja Bukan Pelacur,” tulisan salah satu poster yang dibawa oleh demonstran.

Selain itu, mereka juga meneriakkan tuntutannya kepada Wali Kota Surabaya untuk segera mencabut Perwali/33/2020. “Cabut, cabut, cabut cabut. Kos-kosan, susu dan beras bukan pemerintah yang bayar,” teriak salah satu pendemo di depan Balai Kota Surabaya.

 

Ribuan pekerja malam yang menggelar aksi di depan Balai Kota Surabaya

Dikatakannya, Wali Kota Risma harus segera mencabut aturan yang merugikan bagi para pekerja malam tersebut. “Perwali ini banyak sekali merugikan pekerja,” teriak pendemo yang lain.

Perlu diketahui sebelumnya, Ketua Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila Surabaya, Nurdin Longgari mengatakan, ribuan massa pekerja dari 341 outlet RHU di Kota Surabaya dan juga pekerja seni menggelar aksi dengan mendatangi Kantor Pemkot Surabaya pada hari ini untuk menuntut keadilan. “Intinya kami menuntut keadilan dan meminta kepada Walikota Surabaya agar melakukan revisi atau bahkan mencabut Perwali nomor 33 tahun 2020,” ungkap Nurdin dalam konferensi persnya di Surabaya, pada Minggu (2/8/2020) kemarin.

Baca Juga :  Peringati Hakordia 2023, Bupati Ikfina Minta Tingkatkan Sinergitas Dalam Perangi Anti Korupsi

Padahal, menurut Noerdin, hingga saat ini belum ada bukti klaster penularan Covid-19 di tempat hiburan malam. “Jadi kami minta pemkot dapat membuka kembali tempat hiburan malam. Hotel sudah dibuka kok tempat hiburan ditutup,” terangnya.

Setelah melakukan orasi di depan Balai Kota, beberapa perwakilan pengunjuk rasa akhirnya diterima oleh Kepala BPB Linmas Surabaya Irvan Widyanto. Tampak hadir Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Johny Eddison Isir, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Antiek Sugiharti, dan Kepala Satpol PP Eddy Christijanto.

Audiensi digelar di dapur umum Balai Kota Surabaya. Namun dari diskusi panjang antara perwakilan demonstran dengan perwakilan pemkot tidak menghasilkan kesepakatan. Pengunjuk rasa pun mengancam akan menggelar aksi lebih besar sampai ada keputusan yang menurut mereka memuaskan.

“Ini baru sebagian yang ikut aksi demo. Sampai ada  keputusan dari wali kota, kami akan terus menggelar aksi,” tegas Noerdin, perwakilan massa.

Sementara itu, Kepala BPB Linmas Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, aspirasi mereka akan ditampung untuk nantinya disampaikan langsung kepada Wali Kota Tri Rismaharini. “Akan kami sampaikan langsung kepada Ibu Wali Kota,” katanya.

Irvan menjelaskan untuk membuka tempat hiburan malam memang harus ada revisi dari Perwali No 33 tahun 2020. “Proses itu tidak bisa langsung dilakukan, masih butuh kajian termasuk terkait dengan situasi pandemi Covid-19,” terangnya.

Kepala Dinas Pariwisata Surabaya Antiek Sugiharti mengungkapkan, terkait ketentuan tempat hiburan malam yang harus tutup sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 Perwali No 33 tahun 2020 sudah berdasarkan kajian yang dilakukan dengan melibatkan ahli termasuk pakar kesehatan.

“Analisa dari tim kesehatan, menyampaikan kajian bahwa  tempat hiburan malam itu memiliki risiko tinggi, karena sulit menerapkan protokol kesehatan,” katanya. (an)

Baca Juga :  Bertolak ke Ponpes Nuris, Menteri Erick: Santri Harus Ambil Peran Sebagai Generasi Emas


Sudah dibaca : 102 Kali
 


Berkomentarlah yang bijak. Apa yang anda sampaikan di kolom komentar adalah tanggungjawab anda sendiri.