
Surabaya, Kompaspublik.com-Beberapa waktu lalu sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dilaporkan relawan KIP Progo 5 atas dugaan penyalahgunaan posisi sebagai wali kota untuk mendukung salah satu pasangan calon. Laporan tersebut disampaikan ke Bawaslu pada Rabu (21/10). Mereka melaporkan Risma atas keikutsertaannya dalam kegiatan bertajuk Roadshow Online, SURABAYA BERENERJI, pada Minggu (18/10).
”Kami memasukkan laporan pada Bawaslu dengan tembusan ke Gubernur Jawa Timur dan Mendagri. Mereka sebagai pejabat yang memberikan SK kepada Risma,” tutur Ketua Relawan KIP Progo 5 Rahman seusai memberikan laporan ke Bawaslu, Tenggilis Mejoyo, Surabaya.
Rahman menyertakan rekaman video, link berita, pendapat hukum, serta foto dokumentasi kegiatan tersebut. ”Bukti tersebut adalah fakta dugaan pelanggaran Risma. Harusnya Risma memegang teguh netralitas sebagai pimpinan di jajaran pemkot,” ujar Rahman.
Hingga kini dugaan pidana Pemilu yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terus menggelinding. Setelah sejumlah pihak melaporkan Risma ke Bawaslu Surabaya, kali ini giliran Ketua DPD KAI Jatim Abdul Malik yang melaporkan dia.
Malik melaporkan Risma ke Gubernur Jatim, Bawaslu RI, DKPP RI, hingga Mendagri. ”Jelas acara kampanye online Risma pada 18 Oktober lalu melanggar PKPU dan sejumlah aturan lain. Ia menyuruh warga memilih Eri Cahyadi dan menjelekkan paslon lain. Dan semua itu tidak ada izinnya,” katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya Irvan Widyanto menegaskan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah mengajukan izin cuti kampanye pada Minggu (18/20). Hal tersebut sebagai respons atas laporan Relawan KIP Progo 5 pada Bawaslu atas penyalahgunaan wewenang Wali Kota Risma pada Rabu (21/10).
”Beliau telah mengajukan surat cuti Nomor: 850/9197/436.8.5/2020 tanggal 13 Oktober 2020 perihal permohonan izin cuti kepada Gubernur Jatim. Salah satunya adalah hari Minggu tanggal 18 Oktober 2020,” jelas Irvan pada Rabu (21/10).
Menurut Irvan, surat pengajuan itu telah dijawab Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melalui surat Nomor: 131/16267/011.2/2020 tanggal 15 Oktober 2020. Salah satu keterangannya adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 dan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor: 273/487/SJ tanggal 21 Januari 2020 yang menyebutkan, hari libur merupakan hari bebas untuk melakukan kampanye di luar ketentuan cuti kampanye.
”Jawaban dari gubernur itu menegaskan bahwa kegiatan Ibu Wali Kota pada 18 Oktober 2020 tersebut tidak melanggar aturan. Karena dilakukan pada hari libur yakni hari Minggu,” ujar Irvan.
Dia menambahkan, hampir semua jadwal kampanye Wali Kota Risma dilaksanakan pada hari libur. Yakni Sabtu-Minggu atau hari libur nasional.
”Hanya ada satu hari kerja untuk kampanye, yakni pada 10 November. Risma mengajukan izin cuti. Kini sedang diproses Pemprov Jatim. Jadi kegiatan kampanye Ibu Wali Kota sudah sesuai dengan prosedur. Tidak benar jika Ibu Wali Kota melanggar aturan,” ujar Irvan.
Malik menegaskan, pelanggaran yang dilakukan Risma pada 18 Oktober lalu adalah pelanggaran berat. Harusnya Risma kena pindana kurungan seperti yang dialami lurah di Mojokerto bernama Suhartono. Ia ditahan 2 bulan dan denda Rp 6 juta.
”Kalau Risma beralasan kampanye yang dia lakukan di hari Minggu, Suhartono juga kena pidana pemilu karena ikut menyambut Sandiaga Uno di hari Minggu,” papar Malik. ”Saya pengacara Suhartono dalam menghadapi proses hukum pidana pemilu itu. Jadi sudah ada yurisprudensi-nya, bahwa Risma melakukan pelanggaran berat dan bisa kena hukuman penjara,” papar advocate senior itu.
Malik menegaskan akan all-out untuk mengawal kasus ini. Semua instansi terkait akan ia lapori. ”Saya juga meminta kejaksaan dan polisi untuk menggunakan instrumen mereka untuk mengusut, penggunaan APBD untuk kepentingan yang tidak semestinya, korupsi, tercium keras,” lanjutnya.
Malik menyayangkan sikap Risma yang secara terbuka dan vulgar mengkampanyekan pasangan Eri Cahyadi-Armuji. Diujung masa jabatannya, Risma melakukan pelanggaran demi pelanggaran. Itu akan meninggalkan kesan yang buruk kepadanya
”Kalau mau bebas kampanye, lebih baik Risma mundur saja. Serahkan jabatan wali kota ke wakil Whisnu Sakti Buana. Begitu vulgar Risma kampanye, bagaimana mungkin ia tidak melakukan penyelewengan kewenangan dan APBD,” tutup Malik. (an/bh)