Pasuruan, Media Allround – Mulai Tahun 2022 terjadi Carut Marut pergeseran dalam hal pengelolaan anggaran Dana BPOPP Pemprov Jatim dari yang awalnya Kepala Sekolah SMA/ SMK/ SLB ke Kacapdin Kota/Kabupaten Dindik Jatim.
Biaya penunjang operasional penyelenggara pendidikan (BPOPP) adalah bentuk atensi dan perhatian mulia serta sumbangsih nyata pemerintah Provinsi Jawa Timur dan tertuang dalam Pergub No 69 tahun 2019 untuk petunjuk teknis operasional.
Backup anggaran BPOPP yang diambilkan dari APBD 1 Pemprov Jatim menjadi instrumen anggaran penting untuk kegiatan dan aktivitas dunia pendidikan yang tidak bisa di cover dari anggota anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kemendikbud Pusat.
Kebijakan pengelolaan dana BPOPP dari Kepala sekolah ke Kacabdin tentunya melewati proses dan pemikiran yang panjang untuk kebaikan dan kemajuan dunia pendidikan Jawa Timur.
Proses ini diduga berpotensi ada permainan anggaran BPOPP oleh Kacabdin Kota/Kabupaten Dindik Jatim. Dan terjadinya praktek pemotongan dana BPOFPP sebesar 10-12 persen oleh oknum di lingkungan Karabdin Kota/Kabupaten Dindik Jatim.
Ini yang menjadi landasan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang diketuai Heru Satryo Korwil Maki Jatim. FGD berguna mengkaji pengelolaan anggaran BPOPP untuk dikembalikan kepada kepala sekolah SMA/SMK/SLB sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) 2024 Dinas Pendidikan Jawa Timur di Candra Wilwatikta Pandaan Pasuruan, Minggu (11/07).
Hadir dalam Facus Group Discussion (FGD) Anggota DPRD provinsi Jatim Komisi E, dr. Benjamin Kristianto, MARS dan Komnasdik Jatim, Kunjung Wahyudi, M.IP, sebagai narasumber, serra Kepala Sekolah SMA/SMK/SLB, Forum Komite Sekolah se-Jatim.
Dalam forum tersebut, tema utama yang diangkat adalah “Mengkaji Kembali Anggaran Biaya Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan (BPOPP) dan Peran Kepala Sekolah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.”
Menurut Heru Satriyo, ketua LSM MAKI Kantor wilayah Jawa Timur mengacu pada Pergub 33 tahun 2019 dalam pasal 7 untuk anggaran Biaya Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan (BPOPP) terlihat dengan jelas menjadi domain Kepala Sekolah (KS), yang memang sangat mengerti dan memahami retorika kegiatan dunia pendidikan di sekolah masing-masing.
“Berdasarkan Pergub 33 Tahun 2019 Pasal 7, pengelolaan BPOPP seharusnya menjadi domain Kepala Sekolah yang lebih memahami kebutuhan dan prioritas di sekolahnya,”ungkap Heru.
Heru Satriyo, menyatakan keprihatinannya terhadap pergeseran pengelolaan anggaran yang berpotensi menimbulkan dugaan penyimpangan.
Ia juga menambahkan bahwa Kepala Sekolah mampu memberikan laporan pertanggungjawaban yang komprehensif dan jelas, seperti yang terbukti dalam penggunaan dana BOS.
“Terbukti secara formal bahwa Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ Bendahara ), penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang jumlahnya sangat jauh lebih besar dari Biaya Penunjang Operasional Penyelenggara Pendidikan (BPOPP), para Kepala Sekolah (KS) mampu menyuguhkan format laporan yang komprehensif dengan basis Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ Bendahara), penggunaan anggaran yang jelas,” papar Heru Satriyo.
Heru menekankan perlunya Kacabdin fokus pada fungsi pembinaan dan pengawasan sesuai dengan struktur yang diatur dalam Pergub 33 Tahun 2019, dan bukan sebagai pengelola utama anggaran BPOPP.
Ketidakseimbangan dalam tunjangan yang diterima antara Kepala Sekolah dan pengawas dari Kacabdin juga menjadi faktor utama yang menimbulkan ketidakpuasan dan potensi penyimpangan.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur diharapkan dapat meninjau kembali kebijakan ini untuk memastikan bahwa transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga, sehingga dana pendidikan dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah.(an)