Surabaya, Media Allround – Tim Jatanras Polrestabes Surabaya berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Tanjung Perak untuk menyelidiki 10 warga negara asing (WNA) yang digerebek di Surabaya Barat. Mereka melakukan penipuan online, love scamming, hingga pemerasan pejabat.
Dari hasil penggerebekan itu, polisi mengamankan sembilan orang scammer warga negara asing (WNA) China, dan satu scammer berasal dari Vietnam.
10 WNA yang diamankan adalah ZX (27), HSY (46), ZXG (27), HY (46), ZHX (27), HSHY (46), LZW (27), FS (23), CYL (34), kesembilan pria ini asal China. Sedangkan satu perempuan HTQ (32), berasal dari Vietnam.
Kepala Kantor Imigrasi Klas I Tanjung Perak I Gusti Bagus, mengatakan dari 10 WNA ini, sembilan di antaranya tidak memiliki dokumen keimigrasian.
“Hanya satu yang bisa menunjukkan paspornya,” kata I Gusti Bagus, Selasa (24/9).
Ia menambahkan, penyelidikan akan terus dilakukan pihak Imigrasi terkait paspor sembilan WNA asal Tiongkok. Pihaknya juga masih menelusuri dari mana mereka datang hingga sampai ke Surabaya.
Setelah ini, 10 WNA tersebut tetap akan menjalani penyelidikan terkait kasus yang ditangani Polrestabes Surabaya ini. Sementara Kantor Imigrasi memproses penyelidikan terkait izinnya
“Nantinya setelah selesai mereka akan kami pulangkan ke negara asalnya. Kami berterima kasih pada kepolisian berhasil mengungkap kasus ini,” tuturnya.
Wakapolrestabes Surabaya, AKBP Wimboko mengatakan, penipuan ini telah dilakukan para tersangka jaringan internasional sejak Tahun 2023.
“Satreskrim mengamankan 10 pelaku dugaan penipuan online jaringan internasional atau scamming. Sembilan orang asal China dan satu dari Vietnam. Pengakuan dari pelaku, mereka memulai operasi sejak Maret 2023,” ungkap Wimboko.
Sementara Kasat Reskrim, AKBP Aris Purwanto menambahkan, ada tiga modus yang digunakan para tersangka, yang datang ke Indonesia menggunakan visa wisata ini.
“Modusnya dengan cara memperjualbelikan barang secara online tapi tidak dikirim. Ada juga love scamming dan pemerasan terhadap penjabat negara di China,” tambahnya.
Menurut Aris, para tersangka menawarkan sejumlah barang dengan cara mengirim pesan terhadap korbannya di aplikasi TikTok, dengan iming-iming harga murah. Korban yang tergiur akan melakukan transfer sejumlah uang, tapi barang tidak dikirim.
“Modus kedua love scamming. Jadi perempuan masuk ke WeChat lalu add friend ke calon korban. Setelah dapat ID WeChat korban, di situ melakukan phone sex (video call sex) dan memeras korban,” papar Alumni Akpol 2005 itu.
Modus ketiga, lanjut Aris, adalah pemerasan terhadap para pejabat di China. Para tersangka ini mengaku sebagai aparat penegak hukum atau organisasi anti korupsi di China dan menakut-nakutii para pejabat. Mereka kemudian meminta imbalan berupa uang.
Dari tangan tersangka, Tim Jatanras menyita barang bukti berupa 18 ponsel pribadi milik para tersangka, 2 unit laptop, wiFi satelit, 1 rim kertas berisi nomor ponsel korban atau calon korban.
Lalu, 1 buah buku berisi nomor ponsel para pejabat di China, sekaligus alamat rumahnya. Juga buku panduan love scamming, dan kurang lebih 1000 ponsel berbagai merek.(an)