Surabaya. kompaspublik.com- Diduga tidak ditahannya pelaku penggelapan dana haji, yaitu Direktur PT. Global Access (G.A) beserta anaknya yang menjabat sebagai Direktur keuangan PT. G.A, membuat sejumlah massa perwakilan dari keluarga korban penggelapan dana haji geram, hingga melakukan unjuk rasa dengan mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk meminta agar majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya bagi Yunus Yamani, Direktur PT. Global Accsess (terdakwa dalam kasus ini).
Selain meminta menghukum berat Yunus Yamani, puluhan massa yang tergabung dalam komunitas keluarga korban haji meminta agar hakim tidak masuk angin pada penanganan kasus ini. Bahkan mereka pun juga meminta agar jaksa dan hakim menyerat anak dari Yunus Yamani, yakni Nadya Faehani yang menjabat sebagau Direktur keuangan PT. Global Accsess juga diseret dalam kasus ini. Pasalnya, ia (Nadya Faehani) diduga telah terlibat pada pencucian uang kasus jamaah haji yang diduga dipakai untuk bermain judi forex atau valas.
“Kami mendesak agar jaksa dan hakim menetapkan Nadya Faehani sebagai tersangka pencucian uang,” Ujar Ridwan yang mengaku keponakan dari keluarga korban.
Saat demo digelar, kasus perkara ini juga disidangkan di PN Surabaya dengan agenda duplik atau tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum atas replik yang diajukan terdakwa Yunus Yamani melalui tim penasehat hukumnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa dijelaskan, Perkara Nomor 335/ Pid.B/2018/PN.Sby berawal saat Yunus Yamani selaku Dirut PT Global Acces sepakat melakukan kerjasama dengan Dicky Mastur Ahmad dan Harika Oscar Perdana (berkas terpisah) di bidang pemberangkatan haji plus.
Dari kerjasama itulah, akhirnya Yunus selaku Dirut PT Global Access menggelar program pemberangkatan haji plus pada 2012. Padahal pada 2012, PT Global Access belum memgantongi izin pemberangkatan haji.
Meskipun tak mengantongi izin, Yunus tetap nekat menggelar program pemberangkatan haji plus. Parahnya lagi, untuk menarik masyarakat, Yunus bersama Dicky dan Harika membuat program promosi pemberangkatan haji plus ‘Bayar 1 Gratis 1’, Dengan membayar biaya sekitar USD 9.000, maka peserta akan mendapatkan keberangkatan untuk 2 orang dengan jadwal keberangkatan pada tahun 2016.
Dari situlah, dengan menggunakan nama PT Global Access akhirnya Dicky dan Harika kemudian menggelar seminar di Hotel Meritus (sekarang Pullman) pada September 2012.
Untuk memuluskan programnya, Dicky dan Harika mengajak kerjasama dengan Cahyono Kartika, Direktur PT. Al Madinah (pelapor).
Di seminar tersebut Dicky dan Harika memakai tipu muslihat saat presentasi program Bayar 1 Gratis 1 di hadapan masyarakat. Hal itu dilakukan untuk menarik minat masyarakat.
Karena banyak masyarakat Surabaya yang tertarik untuk mendaftar, maka Dicky dan Harika menugaskan PT. Al Madinah untuk mengkordinir pembayaran peserta program tersebut.
Dana pendaftaran program dengan total sebesar USD 717 ribu atau Rp 8,8 miliar kemudian ditransfer PT Al Madinah ke rekening PT Global Access.
Namun kenyataannya, calon jemaah haji yang tidak bisa berangkat sebanyak 70 orang karena karena tidak mendapatkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Hal itu dikarenakan uangnya tidak disetor oleh PT Global Access untuk mendapatkan jatah kursi.
Karena hal itulah, Cahyono selaku Direktur PT Al Madinah otomatis mendapat komplain dari para calon jamaah haji yang tidak bisa berangkat. PT. Al Madinah pun akhirnya merugi sebesar Rp 5 miliar. Dan atas perbuatannya, Yunus Yamani didakwa melanggar pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*/lisian).
Sumber : wartawan.co.id