Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi putranto, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur Sumrambah, Wakil Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur Warsito, Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur Sutoyo M Muslih, Ketua Apindo Jatim Eddy Widjanarko saat Jumpa Pers
Surabaya, Media Online Kompaspublik.com-Momen InaGRO Expo 2022 yang digelar oleh Kadin Jawa Timur di Grand City Surabaya juga dimanfaatkan sebagai ruang diskusi para stakeholder sektor pertanian untuk membahas berbagai persoalan pertanian melalui “Rembug Tani”.
Hadir dalam kesempatan tersebut, diantaranya Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi putranto, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur Sumrambah, Wakil Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur Warsito, Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Timur Sutoyo M Muslih, Ketua Apindo Jatim Eddy Widjanarko, Direktur Kadin Institute Nurul Indah Susanti, Direktur Utama Puspa Agro M Diah Agus Muslim, perwakilan dari Universitas Brawijaya Malang, Politeknik Negeri Jember, Otoritas Jasa Keuangan, Kadin Kabupaten Kediri, Rumah Kurasi, Export Center Surabaya serta media.
Diskusi yang cukup panjang dan menarik tersebut akhirnya menetapkan empat rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Rekomendari pertama mengkritisi persoalan lahan, kedua tentang pentingnya kolaborasi semua stakeholder pertanian, ketiga tentang lembaga riset dan sistem data informasi petanian dan ke empat pencabutan subsidi pupuk.
“Pertama kita berharap pemerintah secepatnya menetapkan lahan sawah yang dilindungi karena kita tidak ingin lahan sawah kita akan semakin tergerus. Dan prediksinya kalau kita hanya bertahan seperti ini maka pada tahun 2045 lahan sawah di seluruh Indonesia hanya tinggal 3,4 juta hektar. Tentunya itu sangat tidak akan mampu memenuhi kebutuhan pangan kita,” tegas Sumrambah yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Jombang, dalam rilis Kadin Jatim yang diterima, Minggu (14/8/2022).
Ia menegaskan, saat ini, alih fungsi lahan sangat luar biasa. Secara nasional, luas lahan pertanian di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 8,4 juta hektar. Di tahun 2019, luas lahan pertanian di Indonesia hanya mencapai 7,4 juta hektar. Artinya, dalam kurun waktu 7 tahun, penyusutan lahan pertanian di Indonesia mencapai 1 juta hektar.
“Kalau ini dibiarkan, maka prediksi kami di tahun 2045, lahan pertanian di Indonesia hanya akan mencapai 3,6 juta hektar. Ini tidak akan bisa mencukupi kebutuhan pangan Indonesia. Terlebih dengan penambahan penduduk yang sudah diangkat 240 juta jiwa,” tandasnya.
Agar hal tersebut tidak terjadi, maka pemerintah harus segera memutusakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Langkah ini penting untuk dilakukan agar lahan sawah terlindungi dan tidak akan tergusur oleh sektor lain. “Satu pokok pikiran lagi terkait soal lahan yaitu, dalam UU Agraria tentang pemanfaatan harus ditetapkan sehingga tidak ada lagi lahan yang terlantar. Tidak akan ada lagi investor yang membeli lahan yang sangat luas dan dibiarkan,” ujarnya.
Rekomendasi kedua adalah pentingnya kolabrasi semua stakeholder pertanian dari hulu hingga hilir. Karena persoalan pertanian harus dirumuskan dan dikerjakan bersama-sama. “Pertemuan pertemuan seperti ini manjadi sangat penting karena dengan kondisi yang ada tanpa kita melakukan kolaborasi maka kita tidak akan bisa maju. petani tidak akan bisa maju sendiri tanpa campur tangan semua pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, akademisi hingga media,” ujar Sumrambah.
Disisi lain, sebagai rekomendasi ke tiga, lembaga riset dinilai sangat vital untuk menemukan formula tepat dalam meningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Dalam hal ini, Kadin Jatim mendorong pemerintah provinsi agar memanfatkan lembaga riset untuk secepatnya bekerja dengan titik fokus pertanian. Karena kontribusi Jatim 35 persen dari total sektor agro secara nasional sehingga keberadaan lembaga atau institute sangat dibutuhkan.
Hal ini juga terkait dengan mendesaknya penerapan teknologi pangan atau bioteknologi pangan untuk menghindari Indonesia dari krisis pangan global. penerapan teknologi ini sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian di Indonesia, termasuk Jawa Timur.
“Selanjutnya meminta pemerintah agar menyediakan sistem data pertanian. Sistem ini bukan hanya sekedar berbasis produksi tetapi juga sistem informasi pasar. Melalui sistem informasi pasar tersebut, maka petani tidak akan diadu dengan petani karena sistem tersebut akan memberikan informasi per wilayah produksi. Dengan sistem informasi ini diharapkan Jatim akan ada perwilayahan produksi yang kuat sehingga tidak akan terjadi fluktuasi harga yang tinggi,” terangnya.
Dan rekomendasi terakhir atau ke-4 adalah pencabutan subsidi pupuk. “Kadin Jatim dan lembaga seperti HNSI, HKTI dan KTNA sepakat membuat sebuah komitmen untuk mendesak pemerintah mencabut subsidi pupuk. “Karena subsidi pupuk tidak penting tetapi justru yang menghancurkan ruang kami distribusi pupuk subsidi semakin amburadul, disparitas harga semakin tinggi juga menyebabkan kami harus membeli pupuk subsidi di beberapa tempat dengan harga yang tinggi, antara Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu. Karena disparitas tersebut memicu oknum untuk memanfaatkan tata niaga pupuk secara criminal,” tegas Sumrambah.
Wakil HKTI Jatim Warsito juga mengatakan hal yang sama bahwa pemerintah harus tanggap dan cepat mengambil keputusan untuk melindungi lahan pertanian. “Kami hanya meminta peran aktif pemerintah terkait UU 41/2009 tentang LP2B Lahan Pangan Berkelanjutan, tentunya pemerintah harus bisa memproteksi agar lahan tersebut tidak berkurang,” ujar Warsito.
Terkait pencabutan subsidi pupuk, ia mengatakan pemerintah harus berani membalik sistem subsidi, dari subsidi tanam menjadi subsidi hasil. Dengan cara apapun, pemerintah harus bisa memberikan rasa aman dengan memberikan kepastian terjual.
Pemerintah, ujarnya, harus bertanggung jawab untuk membeli seluruh hasil panen yang dihasilkan petani. Tetapi sampai hari ini bisa dilihat petani di Kota Batu sampai melempar sayurnya ke sungai. Ini fakta karena memang tidak ada pembelinya.
“Keberadaan Bulog harus digenjot agar petani selalu diuntungkan. Tidak seperti hari ini waktu tanam pupuknya sulit kalau ada pun dengan harga tinggi, disparitas terlalu tinggi. Tetapi saat panen pemerintah membuka kran impor sehingga itu tidak akan ketemu. Maka berharapan Kadin jatim dan senator dari Jatim membantu membalik sistem subsidi. Yang diberikan bukan lagi subsidi pupuk tetapi subsidi pasca panen,” tandas Warsito
Sementara dari sisi nelayan, Sekretaris HNSI Jatim Sutoyo M Muslih berharap berharap perbankan mau untuk menjadikan aset kapal yang mereka miliki bisa dijadikan jaminan. Karena untuk menjadi nelayan yang berkembang, dari menengah kecil ke nelayan besar membutuhkan investasi yang besar.
Sedangkan untuk persoalan ekspor, HNSI berharap pemerintah dan juga Kadin Jatim melalui Export Center Surabaya (ECS) bisa menjadi lembaga pengawas. “Makanya butuh pengawasan, kenapa harga rajungan jatuh tinggal 30 ribu, itu permainannya ada di luar negeri dan ini harus diawasi,” tegasnya.
Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto merasa sangat senang bisa menjembatani dan menjadi fasilitator semua pelaku pertanian, perkebunan dan kelautan untuk bisa bertemu, bersama-sama membahas tentang isu krisis pangan global.
“Saya sangat senang sebagai Ketua Umum Kadin Jatim bersama teman-teman KTNA, HKTI, HNSI membahas krisis pangan kedepan. Kita bahas betul-betul bagaimana caranya kita bisa menanggulangi krisis pangan. tentunya forum ini akan kita lanjutkan dan akan kita buat bulanan untuk bertemu dan menambahkan komunitas ini agar kita benar-benar mampu menciptakan ketahanan pangan yang tangguh di Jatim,” pungkasnya.(mad)